Langsung ke konten utama

Postingan

Seutas Layang

Aku adalah seutas layang-layang. Sama seperti layang-layang pada umumnya, aku tidak suka diterbangkan kalau hanya untuk diturunkan kembali. Naluri seutas layang-layang hanyalah terbang dan bebas. Aku bertemu denganmu. Sudah sejak lama. Tetapi aku baru mengenalmu baru-baru ini. Kamu sangat cemerlang. Ya, itulah pikiran pertama yang kupegang teguh ketika memikirkanmu sebelumnya. Aku ada saat kau merasa jera dengan perjalananmu. Meski tidak sebaliknya. Walaupun begitu, seperti diriku hendak menyelesaikan mimipi-mimpiku dengan baik. Saat kau sejera itu, mungkin aku adalah hal yang sangat menyenangkan bagimu. Kau juga seolah akan menyertakanku dalam perjuanganmu. Karena bagimu, aku adalah hal ideal dalam urusan berjuang untuk masa depan. Tapi tidak dengan hatiku. Kau juga membuatku memutuskan sedikit jalan yang nantinya akan kau lalui. Sampai mungkin dirimu lupa, sikapmu sudah membuat sebuah hati berharap lebih banyak. Aku tidak sedang sakau. Aku benar-benar menjalani itu selam
Postingan terbaru

Awal Maret

Pekik sudah aku mengekalkan hatiku Mengempaskan gaduh-setubuh Meringkukkan dupa-duka Sendiri memeluk namamu Pekik aku hambai rekah-belah senyummu Dalam kekosongan hati Kunamai itu perkasa Sejauh butaku mengebal sudah, bebal! Seketika hampir tak usai detik tanpamu Aku mengaku kelu tak bertemu Dan, atas nama hati yang kabut Hidupku lanjur berdetak pada hadirmu Tetapi segalanya mendetik serah sekarang Bebalku berselaksa di daun pagi Merayapi embunmu demikian jauh Menemui dedusta muka-rimbamu Pekik paling kuhambarkan debam-lebam —sudah  saga Yogyakarta, 4 Maret 2014 *tulisan ini lebih dulu dipublikasikan dalam mading sekolah "KEPO"

Aku Rapopo

Aku Rapopo           Haruskah diam lebih lama? Menunggu keraguan semakin berdetak pada hidupku? Hanya untuk satu-satunya jalan menyakiti diri sendiri. Aish, buat apa mendinginkan orang yang jelas-jelas membakar kepalanya sendiri? Buat apa mengorbankan seperempat dari usia sekedar untuk menyetiakan cinta—pada seseorang yang sebenarnya memang belum tepat untuk kita? Aku tahu sebagaimana cinta sejujurnya harus berpikir. Adalah apa yang mampu aku lakukan untuk cinta, bukan sebaliknya. Tapi caramu memaksakan semuanya terlalu memengaruhi keputusanku akhir-akhir ini. Dengan siapa selazimnya aku bertahan? Kamu yang kelu atau dia yang kuakui nyaris menggambil sepotong hatiku sekarang?.            Sekali. Dua kali. Menginvestigasikannya berdua denganmu terkadang masih cukup menenangkanku. Entah aku membual apa pun agar kau akhirnya menganggap aku ada. Semacam terlalu memaksakan, dan kuakui aku terlalu posesif. Berbeda bagaimana aku harus menertawakan diriku sendiri untuk dia. Aku cu

Mangkuawan, Kelud....

Bumiku abu-kelu Pada sejauh mata berdetik Memijar-pijar di kekubangan awan Berkisah dengan langit Bumiku mabuk-hiruk Manakala mawas mengudara Memalamkan 'Wage' Debam-debam Hujan abu menyubuhi pagi Jawa tenggelam-kelam Sampai dua rakaat sunah Mangkuawan, Kelud.... Mangkuawan, Kelud.... Membasuh hati-hati Dedoa hujam tiada peri Kalau sudah begini? yogyakarta, 14 Februari 2014

Bunga dan Cinta

Telah Terbit!!! Judul : Bunga dan Cinta Penulis : Yuli Listiyana, dkk. Penerbit : Panji Publishing ISBN 978-602-13015-38-1 Tebal : vi 167 hlm ; 14.6 x 21 cm Sinopsis ...Aku berjalan entah untuk siapa. Untukku? Untuknya? Untuk cinta kami? Atau untuk orang-orang dekatku yang menanti hari ini? Aku tahu, aku sedang menjadi pusat saat ini. Benar-benar pusat. Tapi aku seolah terasingkan oleh pikiranku sendiri.... Yuli Listiyana-Dormansi Cinta dan Desemberku *** Kontributor: AL-FIAN DIPPAHATANG | ALI REZA | ALIFAH RAMADHANI | AMELIA ASTRI RISKAPUTRI| AMY EL-FASA | ANA ANGGRAINI | ARIEF MULYANTO | ARINDA SHAFA| ATIKA CAHYA NINGRUM | ATIKA RAHMA F | AYYU RIEN | CUMIL CH | DIAN AMBARWATI | DIANA PUTRI | FITRIA EVA MARTINA | ICA NOVIANTY| IFTAH HD | INDAH LESTARI |INDRIANI LESTARI | IRFANY MUTHIA RAHMAH | IRZAMI HAWA | JAY WIJAYANTI | JULIE VOLDY | JUSTANG | KURNIA LAELASARI| LINDA ARMITASARI | LUTFI FAUZIAH | MAULANI | MEEZA | MUHRODIN AM | MUTHIIMUTH | NAJWA EVITA | NIS

Dia...dia...dia...La

                Selalu kupikir bahwa aku tegar—hari-hari tak berperi kehatian pun...jangan tanyakan bagaimana aku bisa melaluinya! Bersama sejuta perasaan yang mengubahku menjadi mahluk moody , kupikir tak cukup susah berperan sebagai yang periang. Menggandakan diri pada situasi tertentu pun sekarang rasanya seperti membalik telapak tangan. Terlalu mudah. Entah siapa—yang jelas aku telah diajarkan cara tidak menjadi diri sendiri. Bukan atas keinginan privasi. Cukup sadar!                 Aku tak pernah menyangka ‘kan begini—aku tahu seberapa besar konsekuensi yang akan kuterima setelah prosesi mengharapkanmu benar-benar menyeriuskan ini. Bukan sembarang meninggali hati. Hingga meludahi yang tak terterima. Aku tak pandai menyakiti hati, lebih-lebih hatimu. Namun terkadang, seberapa pun marahnya aku—memasa bodohkan pinta-pintamu malah mericuhi hatiku sendiri. Aku tak pernah sanggup. Kapan pun. Terlalu sulit menyakitimu. Walau begitu mudah sebaliknya. Sebegini....                

Terima Kasih La...

                                 Untuk hati yang tak bisa bermunafik lebih lama—persahabatan, cinta, seolah keduanya tak lagi memiliki batasan yang cukup nyata.                 Aku mengilhami hari ini, sebagai yang mampu memberikan dua kebahagiaan dalam waktu yang sama. Pertama, kebersamaan begitu mampu menghanyutkan air mata dari sebuah kekalahan. Kedua, yang meninggi—tak lebih dari 20 Cm dari pangkal ubunku, juga tak kurang. Ahh, seberapa kesalnya aku pada waktu sepagi buta itu. Seakan tak terjadi apapun sebelumnya, dan aku mengiyakan bagaimana pun bentuk respectmu. Konsekuensi menunggu yang indah.                 Awalnya, saat sebut saja Ma—melambai, sementara papan skor pertandingan Voli masih kudekap entah dengan ketidaksabaran atau rasa dingin yang sungguh aduhai—bukannya membalas lambaian itu, aku malah mengobsesikan mataku untuk mendapatimu. Ini bagian yang membuatku harus repot-repot minta maaf pada Ma. Untung dia bukan orang yang pelit maaf.                 Unt